Berjalan, Mendaki, Melintas dan Menikmati Setiap Pesona yang Disuguhkan Alam

Saturday 6 December 2014

Gunung Iya, ApaKabarmu Kini?

Ahad (30/11) tepat pukul 02.00 dini hari kami melakukan pendakian menuju puncak Gunung Iya. Ya, kami sengaja melakukan pendakian di malam hari selain karena ingin merasakan sensasinya, juga tak ketinggalan demi menikmati sunrise di puncak Gunung Iya.

Jika biasanya pendakian di siang pagi/siang hari membutuhkan waktu hampir dua jam, kali ini waktu tempuh tak sampai 1,5 jam. Ini tentu saja dikarenakan di malam hari tak ada mentari yang “menyengati” tubuh sehingga banyak menguras energi. Meski begitu, tubuh kami tetap saja mengeluarkan peluh keringat yang tak sedikit.
Kami begitu menikmati momen ini. Bahkan di tengah pendakian, kami sengaja berhenti sejenak demi menikmati suasana Kota Ende di malam hari. Butiran cahaya kecil terlihat kunang-kunang kecil dari kejauhan. Semakin kami meninggi, semakin terlihat jelas luas butiran cahaya itu. Amazing, Alhamdulillah.

Ketika mendekati puncak, kami disambut pohon cemara yang berdiri tak beraturan. Biasanya ketika memasuki area ini suasana sejuk akan mulai terasa bersama hembusan aroma belerang yang menusuk hidung. Tapi kali ini tidak, pohon-pohon itu terlihat mengering, menyisakan batang tak berdaun. Mungkin ini pengaruh kemarau panjang, pikir kami.

Saat tiba di puncak kami berhenti sejanak. Mata kami langsung mengarah ke jantung Kota Ende. Dari sini Ende terlihat begitu cantik. Ini merupakan titik pertama ketika mencapai puncak. Ada yang terasa berbeda. Kami mulai melihat pohon yang hangus. Asap terlihat mengepul ringan di sela-sala dahan yang roboh dan rumput. Ternyata inilah yang membuat sebagian warga kota Ende gempar dan heboh. Gunung Iya dikabarkan akan meletus, namun bukan karena Iya yang membuat kepulan asap dan kepulan rumput hangus, tapi Gunung Iya telah sengaja dibakar oleh oknum yang tak bertanggung jawab.

Semakin kami berjalan menuju bibir kawah, pemandangan seperti sisa-sisa kebakaran semakin terlihat jelas. Tanah terlihat menghitam tertutup oleh sisa dahan dan rumput yang terbakar. Ulah siapakah ini? Belum juga berakhir berpikir, kami masih saja melihat pemandangan yang tak kalah mirisnya. Sampah bekas makanan dan minuman berserakan di beberapa titik di puncak Gunung Iya. Inikah yang disebut pencinta alam? Sungguh sebuah ironi.






Memulai pendakian di malam hari





Menikmati suasan Kota Ende di malam hari 
























Semua mata tertuju pada sisa kebakaran 






Menanti sunrise





Tak ada lagi rerumputan hijau, semua yang terlihat hanyalah rumput hitam sisa kebakaran






Hitam dan tandus






Sekarung sampah yang berhasil dikumpulkan di atas puncak Gunung Iya






Rehat sejenak sebelum turun gunung




  


Meski sudah lama terjadi, masih saja ada sisa-sisa api yang belum benar-benar padam





Menghitam :(






Bibir kawah Gunung Iya















It's sunrise 







Menikmati sunrise


No comments:

Post a Comment