Berjalan, Mendaki, Melintas dan Menikmati Setiap Pesona yang Disuguhkan Alam

Sunday, 10 May 2015

Wongge; Sebuah Kisah Penaklukan Gunung Terjal di Kota Ende



Assalamualaikum Sobat  Alam, semoga kalian semua dalam keadaan sehat walafiat.

Kemarin (10/05/15), kami baru saja melakukan pendakian ke salah satu Gunung di Kota Ende, Gunung Wongge. Ini adalah pertama kali bagi kami ke gunung ini. Kami harus akui, Wongge punya cerita lain dari gunung-gunung yang sudah pernah kami taklukan *ehmm,,, obat batuk mana obat batuk J
Wongge sadisss, men!

Prolog dulu yee... *biar betah baca nya hehe

Pada hari Ahad, sekitar pukul 05.15 kami mulai bersiap melakukan pendakian. Setelah mengawali dengan doa bersama, kami langsung tancap kaki dari basecamp di KM 1 menuju Gunung Wonggo dengan berjalan kaki. Udara pagi yang bersahabat (gak panas, gak dingin) membuat perjalanan kami tak terasa lelah.





Dari Jalan Udayana Gunung Wongge terlihat berdiri kokoh, berjajar dengan Gunung Kengo. Perjalanan masih terus dilanjutkan sampai ke Kompleks Kampus Uniflore / Unflor Ende. Melewati jalan setapak, kami mulai memasuki jalur menuju kaki gunung.






Semakin jauh kami berjalan, suasana hening semakin terasa. Rumah-rumah penduduk sudah tak terlihat. Belum banyak aktifitas petani di pagi hari ini. Kami sempat bertemu dan bertanya jalur pendakian kepada seorang petani yang kami temui di lereng bukit. Dan meski sudah diberi tau arahnya, kami tetap saja nyasar. Sebetulnya gak nyasar juga seh (ngeles dikit kan boleh hehe), kami cuma ingin mendaki ke puncak bukit di sekitar Gunung Wongge, sedangkan rute yang diberi oleh bapak petani tadi hanya menyusuri bukit itu dari bawah. Well, kami memilih cara kami sendiri :)

 













Dan usaha kami tidak sia-sia. Kami sampai juga di bukit “Teropong” Ya, kami menamai bukit ini dengan “teropong” karena dari sini kita bisa lihat “isi” kota Ende. Asli, ini Keren!












  














































































Upss... perjalanan masih harus dilanjutkan. Dari atas bebukitan kami terus berjalan menuju Wongge. Disinilah kami bertemu dengan kawan-kawan mahasiswa Unflor Ende jurusan Fisika. Mereka ternyata juga ingin ke Wongge. Kami akhirnya mendaki bersama. Namun karena kebanyakan mahasiswa tadi adalah cewek, mereka hanya mendaki di punggung Wongge, tidak sampai puncak. Kecuali salah seorang dari mereka yang mau bergabung bersama kami sampai puncak. Salut!






























Seperti yang udah kami bilang, Gunung Wongge emang lain dari yang lain. Beda! Pake banget deh.. :)

Jangan tanya hal menarik apa yang bakal sobat dapat di pucak Wongge. Jangan tanya deh, seberapa indah pemandangan yang dapat dinikmatin dari atas ketinggian. Jangan tanya, dimana tempat yang keren buat foto bareng. Jangan! Bahkan, kudu buang jauh-jauh mindset kaya gitu :) Wongge itu Beda, Sob! *Bedanya kaya langit dan bumi kali yee...

Satu-satunya hal yang kudu kita tanyain kalo pengen muncak di Gunung Wongge gak lain,  seberapa besarkah nyali dan tenaga kita?

Yap. Medan Wongge yang terjal bahkan boleh dibilang sadis mengharuskan setiap pendaki punya nyali dan tenaga ekstra. Dari awal liat bentuknya aja udah bisa bayangin betapa sadisnya Gunung ini. Dari bawah sampe atas terlihat terjal, gak ada permukaan yang terlihat landai. Belum lagi bebatuan cadas berdiri kokoh menghalangi pendakian. Kita kudu muter cari alternatif jalan lain. Jarak pandang terbatas karena tertutup semak belukar dan pepohonan. Belum lagi banyak tanaman berduri yang tumbuh subur di atas. Lubang-lubang dan sarang binatang liar ada dimana-mana. Salah langkah, jurang telah siap menanti.
Tantangan yang Luar biasa!





























































  










Dan. Alhamdulillah, kami sampai di puncak Gunung Wongge Ende. (Kami sendiri sih belum begitu yakin100% apakah sudah berada di puncak atau belum. Soalnya rada gak percaya juga seh bisa sampe puncak Wongge heheh.. Tapi serius kok, di titik ini kami sudah dapaat melihat jurang di sekeliling kami dan dari balik dedaunan dan pepohonan, kami juga melihat langit biru) Hawa sejuk menyelimuti kami. Kami hanya beristirahat sejenak. Tak lebih dari 20 menit, kami telah siap untuk turun gunung. Pukul 10.00 kami turun dan 45 menit kemudian kami baru tiba kaki gunung, tepatnya di atas bebukitan “teropong”. 











 



 
Pukul 14.00 kami sampai di basecamp. Rasa lelah sangat terasa terlebih kami harus berjalan kami melewati jalan kota. Kebayangkan gimana panasnya kota Ende Hhehhh... *tertawa sinis.

Gunung Wongge emang beda! Salam Lestari! Wassalam.








3 comments:

  1. kakak adakah kontak yang bisa dihubungi.. saya anjas dari solo posisi sedang dikupang dan akan melakukan solo traveling ke ende pertengahan bulan desember.. sapa tau bisa mampir di basecamp kakak.. sekedar sharing sharing

    ReplyDelete
  2. maaf baru bls, blh silhkn kontak kami via email zeanua-community@gmail.com or fb "Zea Nua" :)

    ReplyDelete
  3. Luar biasa dan salut dgn semangat " ZN ". Bhw di sekitar (area) gn. Wongge banyak sekali pemakaman kuno dari batuan besar (dolmet), apakah mmg di daerah gn wongge juga ditemukan jejak kehidupan nenek moyang (ambukajo) orang ende...??? 🙏

    ReplyDelete