Berjalan, Mendaki, Melintas dan Menikmati Setiap Pesona yang Disuguhkan Alam

Sunday 2 November 2014

Menjemput Sang Mentari di Puncak Embu Rombotu - Pulau Ende


Assalamu alaikum. Salam lestari! Apa kabar sobat semua? Kami berharap kalian semua baik & sehat selalu saat menikmati “celotehan” segar kami ini. Jika pun ada di antara kita yang sakit, semoga saja dengan membacanya, sakit nya pada kabur semua. Eitss.. jangan sampe orang yang di samping anda pada ikut kabur yak hehe..

Sahabat rimba, akhir pekan kemarin (01/11/14) kami melakukan adventure ke Pulau Ende. Di sana kami hendak mengunjungi sebuah tempat bernama “Embu Rombotu” (Semoga gak salah nulis. Ada yang perah dengar? :) Kami mengawali perjalanan kali ini dengan menumpang motor laut. Keberangkatan di siang hari menjadi pilihan kami karena di antara kami ada masih sekolah atau yang belum pulang kerja.





















Pukul 14.20 kami telah berada di bibir pantai Pelabuhan Ende. Bersama penumpang lain, kami berkerumun menunggu giliran menuju motor laut. Setelah semua penumpang dan barang terangkut, sekitar pukul 15.25 kapal motor langsung tancap gas. Wuusss... tak sampai sejam, pukul 16.10 kami sudah sampai di pemberhentian pertama, Ekoreko. Setelah menurunkan penumpang dan barang, kapal motor langsung tancap gas lagi. Pemberhentian berikutnya adalah Pulo Pu’utaza, Pulo Zeko, Pulo re’o dan terakhir yang menjadi tujuan kami adalah Pulo Kemo. Disini cukup spesial karena kami turun melalui pelabuhan, tidak seperti pemberhentian sebelumnya dimana turun naik penumpang menggunakan sampan.













Kami berjalan menuju kerabat salah seorang teman kami. Mentari sudah mulai menjingga, pertanda malam sebentar lagi datang. Dan kami tak ingin menyia-nyiakan kepergian sang mentari (tsaah). Setelah mampri sebentar di rumah kerabat, kami bergegas kembali ke pantai. Dan... sunset bray! Pulau Ende sesuatu banget! :)




























Di malam hari kami menemui Pak Bambang, guide kami. Kesepakatan pun ditentukan, pukul 03.00 dini hari kami ke puncak Embu Rombotu. Embu Rombotu adalah sebuah tempat “yang disakralkan” oleh sebagian penduduk Pulau Ende. Anggapan yang berbau mistik ini telah berkembang turun temurun. Di antara kepecayaan tentang Embu Rombotu adalah siapapun yang menuju ke lokasi ini tidak diperkenankan berkata; “Mo” (Capek), “Moa” (haus), “Mbepu” (lapar) atau mengumpat binatang yang ditemui sepanjang perjalanan apalagi menyakiti. Konon, jika kita punya niatan/hajat, kita disarankan untuk mengambil segenggam tanah di balik batu dan mengucapkan niat kita.  

















Kami merasa tertantang dengan semua cerita ini. Bukan karena kami menolak mentah-mentah semua kepercayaan ini, tapi hanya sekedar ingin cepat merasakan suasana “mistis” di ketinggian Pulau Ende.

Ahad dini hari, pukul 03.07 kami bersiap melakukan petualangan. Namun karena ada sedikit masalah teknis, kami nyatanya baru mulai star pada pukul 04.00. berbekal senter, kami mulai membelah kegelapan malam. Tekstur tanah yang gembur mulai menyapa kami saat perjalanan kami mencapai pinggiran bukit. Jalanan yang mulai terjal dan berpasir membuat langkah kami sedikit pelan. Setelah mencapai puncak bukit barulah jalanan mulai bebatauan dan sedikit berpasir. Pukul 04.45 kami tiba di puncak pertama. Dari sini kami harus menyisiri bebukitan yang sebagian darinya adalah jurang.
































Pukul 05.10 kami mencapai puncak Embu Rombotu. Sudah ada bias-bias cahaya yang terlihat di langit namun mentari belum muncul. Kami istrahat sejenak. Dan tak berapa lama yang ditunggu akhirnya datang juga. Sunrise :)
















































Cukup lama kami berada puncak Embu Rombotu. Semilir angin yang dingin membuat kami tak kuasa menahan kantuk. Kami akhirnya tertidur beberapa saat. Pukul 07.32 kami bergegas turun. Di tengah perjalanan turun, kami berpapasan dengan beberapa orang guru kesemuanya adalah cewek. Mereka terlihat bersemangat menuju Embu Rombotu.























































































































saat turun, kami tak langsung menuju rumah, melainkan berjalan kaki beberapa kilo menyusuri bibir pantai. Kali ini kami menuju One Ra, sebuah tebing curam yang terdapat semacam tetesan "getah" di tengah tebing. Inilah yang menjadi cikal bakal penamaan tebing ini dengan sebutan "One Ra" (One = dalam, ra = darah, darah dalam tebing). 





























Masih banyak tempat asyik yang ada di Pulau Ende, namun tak cukup rasanya jika dinikmati dalam waktu satu hari. Kami harus kembali ke Ende hari itu juga. Mungkin, lain kali kami perlu kembali lagi ke Pulau seribu Masjid ini.  

Satu ketinggian dan pengalaman nan indah telah kami gapai dan nikmati. Sobat, kapan?  :-)

No comments:

Post a Comment